Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional dan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki kewajiban untuk melaksanakan hak asasi manusia. Diratifikasinya berbagai konvensi internasional hak asasi manusia juga menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjalankan kewajiban yang tertuang di dalamnya. Kewajiban ini mengikat seluruh cabang kekuasaan negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Dari sisi peraturan perundang-undangan, Undang Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Indonesia telah diamandemen empat kali dimana pada amandemen kedua di tahun 2000 pasal-pasal yang secara eksplisit menjamin hak asasi manusia (HAM) telah ditambahkan kedalamnya. Pasal-pasal ini diantaranya menjamin hak atas hidup, hak atas pekerjaan, kebebasan beragama dan berkeyakinan, persamaan dihadapan hukum, serta hak-hak lainnya. Kemudian Indonesia juga sudah memberlakukan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta meratifikasi hampir semua konvensi internasional utama hak asasi manusia yaitu Konvensi Hak Sipil Politik, Konvensi Hak Sosial Ekonomi Budaya, Konvensi Hak Anak, Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi Hak-hak Orang Dengan Disabilitas, Konvensi Perlindungan Pekerja Migran dan Keluarganya.
Selain dalam peraturan dimana HAM secara eksplisit diatur, ketentuan mengenai HAM juga tersebar di berbagai peraturan lainnya mulai dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP), Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan, UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, dan UU lain serta peraturan perundangan-undangan lain.
Namun sayangnya dalam praktek kehidupan sehari-hari masih banyak terjadi pelanggaran HAM di berbagai daerah di Indonesia dan dalam berbagai area. Pengadilan sebagai pemegang kekuasan yudikatif negara, sekaligus juga tempat dimana korban pelanggaran HAM bisa mendapatkan pemulihan (remedy) sangat penting untuk melengkapi para hakim dengan perspektif, pengetahuan dan keahlian mengenai HAM khususnya untuk diterapkan dalam memeriksa dan mengadili perkara. Hakim berperan penting dalam memastikan terpenuhinya hak-hak atas peradilan yang adil, menjadi benteng terakhir perlindungan dan pemenuhan HAM sekaligus juga untuk memastikan korban diakui dan mendapatkan pemulihan.
Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) adalah lembaga yang fokus pada pembaruan dan penguatan institusi peradilan, serta telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pembaruan sistem dan kebijakan di bidang hukum dan peradilan sejak tahun 2000. Pada tanggal 16 – 20 Oktober 2020 dan 7 – 11 Juni 2021, LeIP dengan dukungan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia untuk Indonesia dan bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Teknis Mahkamah Agung telah mengadakan pelatihan penerapan prinsip-prinsip HAM kepada Hakim-hakim tingkat pertama pada peradilan umum. Guna mendukung tersedianya materi-materi pelatihan HAM untuk Hakim pada peradilan umum, LeIP dengan dukungan dari Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia untuk Indonesia telah berhasil menyusun modul pelatihan “Pelatihan Penerapan Prinsip dan Kerangka Hukum Hak Asasi Manusia bagi Hakim Peradilan” yang mengacu pada materi-materi pada pelatihan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Harapannya, modul ini dapat berperan dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan Hakim peradilan umum untuk menerapkan prinsip-prinsip dan kerangka hukum HAM dalam pelaksanaan fungsinya memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara di pengadilan