Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya menyetujui 5 dari 7 calon Komisioner Komisi Yudisial (KY) yang diusulkan presiden. Persetujuan tersebut diambil dalam rapat pleno Komisi III DPR, Selasa, 20 Oktober 2015, setelah sebelumnya melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap para calon.[1] Kelima calon nama yang disetujui antara lain[2]: mantan Hakim Pengadilan Militer (unsur hakim) Joko Sasmito, mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kota Semarang (unsur hakim) Maradaman Harahap.
Ada dua calon dari unsur praktisi hukum, yakni: Advokat Sumartoyo, advokat Farid Wajdi Lubis. Dari unsur masyarakat, DPR memilih Koordinator Tim Asistensi Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI Sukma Violetta.
Sedangkan, 2 nama yang tidak disetujui oleh DPR adalah Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono, dan Dosen Fakultas Hukum Uniersitas Indonesia, yang juga Koordinator Tim Pembaharuan Mahkamah Agung Wiwiek Awiati. Baik Harjono, maupun Wiwiek Awiati adalah wakil dari unsur akademisi.
Ketua Komisi III Azis Syamsudin, menjelaskan bahwa DPR tidak menyetujui 2 calon tersebut karena tidak memenuhi kriteria integritas dan kecakapan sebagai komisioner KY. “Pandangan-pandangan beliau dalam menjawab pertanyaan anggota tidak sejalan dengan konstitusi. Itu pendapat 53 anggota dari 10 fraksi,” ungkap Aziz[3].
“Pencoretan” nama Harjono dan Wiwiek Awiati mengundang reaksi dari Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), yang terdiri dari MaPPI-FHUI, LeIP, PSHK, ICW, YLBHI, ICEL, ILR, dan ICJR. Menurut KPP, pencoretan Wiwiek dan Harjono tidak didasari alasan yang jelas. Padahal, dua sosok itu dianggap mumpuni selama proses seleksi yang dilakukan panitia seleksi (Pansel) dan uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Keduanya berintegritas, berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang mumpuni di bidang reformasi peradilan.[4]
Menurut Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting, dicoretnya Wiwiek dan Harjono tak lepas dari sikap DPR yang terkesan main-main sewaktu menggelar uji kelayakan dan kepatutan. Apalagi ada indikasi yang menunjukan kegagalan beberapa anggota Komisi III dalam memahami peran dan fungsi KY dari rumusan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada calon.
“Misalnya ketidakmampuan beberapa anggota Komisi III DPR membedakan proses pidana dan administrasi dan menanyakan pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan isu peradilan dan KY.”
Miko menjelaskan, kehadiran anggota Komisi III DPR juga sangat kecil. “Berdasarkan pantauan dari KPP, kurang dari 10 orang yang hadir dalam proses uji kelayakan dan kepatutan,” ungkapnya[5].
Panitia Seleksi Komisioner Komisi Yudisial menghormati keputusan tersebut DPR tersebut. Pansel akan segera mengirim dua nama pengganti. “Untuk melengkapi jumlah calon, pansel akan melakukan rapat pleno secepatnya untuk menindaklanjuti. Apabila sudah terpilih akan diserahkan kepada presiden untuk selanjutnya dikirimkan kembali ke DPR,” kata Anggota Pansel, Asep Rahmat Fajar, di Jakarta, Selasa (20/10).
Asep menjelaskan, pihaknya bisa saja memilih dua orang akademisi terbaik dari calon yang kemarin ikut wawancara. “Apabila melihat background-nya, masih ada sekitar enam orang yang bisa mewakili unsur akademisi (yang bisa dikirim kembali ke DPR),” katanya[6].
Adapun 6 orang unsur akademisi tersebut adalah Ketua KY saat ini Suparman Marzuki, Guru Besar UGM Sudjito, Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus, Aidul Fitriciada Azhari, Totok Wintarto, dan Otong Rosadi[7].
Sistem pemilihan Komisioner KY saat ini adalah sistem baru pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 16/PUU-XII/2014. Presiden membentuk panitia seleksi pemilihan anggota Komisi Yudisial (Pansel). Pansel melakukan proses rekrutmen, dan memlih 7 calon. Setelah rangkaian seleksi selesai, pansel menyerahkan 7 nama calon terpilih kepada Presiden.
Presiden menyampaikan 7 nama calon tersebut kepada DPR. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 16/PUU-XII/2014, DPR berwenang memberikan persetujuan atau menolak 7 calon yang disampaikan Presiden. Kemudian, calon yang disetujui DPR akan disampaikan kepada Presiden untuk dilantik menjadi Komisioner KY.
Sebelum putusan MK, pansel harus menyampaikan 21 nama calon anggota KY kepada Presiden, yang kemudian akan disampaikan kepada DPR oleh Presiden. DPR memilih 7 dari 21 calon, dan menyerahkan 7 calon terpilih kepada Presiden untuk dilantik sebagai Komisioner KY[8]. (AZE)
[1] “DPR Tetapkan Lima Calon Hakim KY”, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/20/078711418/dpr-tetapkan-lima-calon-hakim-ky, diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015
[2] Abi Sarwanto, “Komisi Hukum DPR Tolak Dua Calon Komisioner KY”, http://www.cnnindonesia.com/politik/20151020133753-32-86052/komisi-hukum-dpr-tolak-dua-calon-komisioner-ky/, diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015
[3] Taufiqurrohman, “ Komisi III DPR Setujui 5 dari 7 Calon Komisioner KY”, http://warta-dpr.liputan6.com/read/2345046/komisi-iii-dpr-setujui-5-dari-7-calon-komisioner-ky, diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015
[4] “Koalisi LSM Sesalkan DPR Tolak Dua Calon Komisioner KY”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56264c464a9f2/koalisi-lsm-sesalkan-dpr-tolak-dua-calon-komisioner-ky, diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] “Lima Calon Komisioner KY Diserahkan Ke Presiden”, http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/lima-calon-komisioner-ky-diserahkan-ke-presiden/, diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015
[8] Pasal 28 Ayat (3) huruf c jo. Pasal 28 Ayat (6) UU 18/2011 jo. UU 22/2004 tentang Komisi Yudisial