Wacana seputar Hukuman Mati kembali marak akhir-akhir ini. Wacana ini kembali ramai saat ditemukan beberapa putusan Peninjauan Kembali atas beberapa kasus narkotika yang membatalkan hukuman mati yang sebelumnya telah berkekuatan hukum tetap. Putusan-putusan yang membatalkan hukuman mati tersebut menjadi bahan perdebatan publik oleh karena dalam pertimbangannya Majelis Hakim Agung yang memriksa dan memutus perkara-perkara tersebut menyatakan bahwa hukuman mati bertentangan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia walaupun sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa hukuman mati tidak melanggar konstitusi.
Kontroversi atas putusan-putusan tersebut kemudian beralih pada isu lain, yaitu adanya pemalsuan putusan dalam salah satu putusan Peninjauan Kembali yang membatalkan vonis hukuman mati tersebut. Pemalsuan putusan tersebut terjadi dalam putusan PK atas terpidana Hanky Gunawan, dimana Hanky Gunawan yang sebelumnya divonis mati oleh Kasasi hukumannya diubah oleh majelis PK menjadi 15 tahun namun ternyata hukuman 15 tahun penjara tersebut dipalsukan menjadi 12 tahun penjara. Pemalsuan vonis putusan ini kemudian
berujung pada diberhentikannya seorang Hakim Agung. Sungguh sebuah peristiwa yang langka, dimana seorang Hakim Agung diberhentikan secara tidak dengan hormat.
Terlepas dari isu pemalsuan putusan serta pemberhentian seorang Hakim Agung tersebut Dictum kali ini tertarik untuk membedah putusan-putusan yang membatalkan hukuman mati. Dua buah putusan yang diangkat yaitu putusan kasasi dalam perkara Pidana Militer dengan Terpidana Muhammad Irfan Djumroni, seorang Kolonel TNI AL yang membunuh mantan istrinya dan seorang hakim di pengadilan. Atas perbuatannya tersebut ia sebelumnya dijatuhi pidana mati oleh Pengadilan Militer Tinggi yang diperkuat oleh Pengadilan Militer Utama. Namun di tingkat kasasi hukumannya dibatalkan oleh Mahkamah Agung menjadi penjara seumur hidup. Apa yang menjadi pertimbangan Kasasi sehingga membatalkan hukuman mati yang telah dijatuhkan tersebut cukup menarik dan akan diulas oleh Dr. Eva Achjani Zulfa, SH, MH, pengajar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Putusan kedua yang akan diulas adalah putusan Peninjauan Kembali dengan terpidana Hillary Chimezie, terpidana kasus narkotika yang dijatuhi pidana mati oleh Mahkamah Agung di tingkat Kasasi.
Dalam putusan PK ini hukuman mati yang dijatuhkan majelis Kasasi diubah oleh majelis PK menjadi penjara selama 12 tahun. Apa alasan majelis PK cukup menarik oleh karena serupa dengan kasus Hangky Gunawan yang menggunakan alasan Hak Asasi Manusia. Bagaimana isi pertimbangan putusan ini akan dianalisis oleh Answer Styannes, SH, aktivis HAM yang saat ini aktif di Asian Human Rights Commission di Hong Kong. Selain analisa atas dua putusan tersebut, dalam Dictum kali ini juga akan dipaparkan beberapa putusan yang menjatuhkan hukuman mati terhadap para terdakwanya. Putusan-putusan yang diambil adalah putusan-putusan yang ditemukan dalam situs putusan Mahkamah Agung. Sementara itu untuk kolom Opini kali ini ditulis oleh Yura Pratama, SH, peneliti LeIP yang mengangkat tema Perubahan KUHAP dalam Yurisprudensi MA: Putusan-Putusan Progresif dalam Bantuan Hukum dan Penyiksaan.
Dewan Redaksi
Download Unduh File PDF “Dictum Edisi 2 – Maret 2013“.