Masalah korupsi adalah masalah pelik di Indonesia. Tanpa diurai, dikaji dan adanya usulan bagaimana cara-cara menegakan peradilan yang sehat, korupsi semakin menjauhkan warga Indonesia memperoleh hak-hak ekonomi dan sosialnya. Saat ini, pemerintah telah menetapkan korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa. Pemberantasan korupsi harus dilakukan melalui upaya-upaya khusus. Salah satu upaya pemerintah adalah melalui Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang memandatkan pendirian Pengadilan Khusus untuk Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor).
Tata penegakan hukum korupsi ditetapkan melalui sebuah badan negara yang memiliki kewenangan luas, independen, dan bebas dari kekuasaan manapun. Selain badan khusus, susunan majelis hakim Pengadilan Tipikor juga unik, beranggotakan dua orang dari pengadilan negeri tempatan dan tiga orang hakim adhoc dari luar pengadilan. Komposisi hakim khusus ini diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan kredibilitas Pengadilan Tipikor. Pada 2009, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 46 tentang Pengadilan Tipikor. Undang-undang ini membuka kemungkinan pembentukan Pengadilan Tipikor di daerah-daerah di luar Jakarta.
Pembentukan Pengadilan Tipikor Daerah, pada sisi pertama, memberikan peluang penyelesaian kasus-kasus korupsi yang merajalela di daerah-daerah. Pada sisi kedua, pada praktiknya kemudian, Pengadilan Tipikor Daerah menimbulkan kegaduhan baru saat dua orang hakim adhoc di daerah ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Semarang pada 17 Agustus 2012.
Silahkan Unduh File PDF “Menjadi Mata Keadilan“.