Permasalahan kepastian hukum merupakan isu mendasar yang dihadapi dunia hukum Indonesia. Salah satu faktor penyebab ketidakpastian hukum adalah inkonsistensi putusan pengadilan yang meluas dan berakar hingga ke Mahkamah Agung (MA). Beberapa permasalahan mendasar yang terjadi di MA yang mengakibatkan inkonsistensi putusan adalah: Pertama, sistem pendistribusian perkara yang tidak mempertimbangkan kompetensi dan keahlian hakim agung; Kedua, tingginya arus perkara kasasi dan peninjauan kembali (PK) hingga mencapai kurang lebih 11.000 perkara per tahun sehingga menyulitkan pengawasan kualitas dan konsistensi putusan. Akibatnya, putusan-putusan MA bisa saja memuat pendapat hakim yang berbeda-beda, bahkan bisa bertolak belakang satu sama lain.
Untuk menghindari terjadinya inkonsistensi putusan secara terus menerus, MA di tahun 2011 menerapkan sistem kamar dalam penanganan perkara melalui SK KMA No.142/KMA/SK/IX/2012 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar di Mahkamah Agung yang telah diubah pertama kali dengan SK KMA No.17/KMA/SK/II/2012. MA membentuk 5 (lima) kamar perkara, yaitu: (1) kamar perkara pidana, (2) kamar perkara perdata, (3) kamar perkara tata usaha negara, (4) kamar perkara agama, dan (5) kamar perkara militer. Para hakim agung kemudian dikelompokkan dalam kamar-kamar perkara berdasarkan keahlian dan latar belakang masing-masing, sehingga setiap perkara hanya akan ditangani oleh hakim-hakim agung yang memiliki kompetensi yang sesuai.
Silahkan Unduh File PDF “Sistem Kamar untuk Kepastian Hukum“.