Pengadilan sebagai salah satu instrumen penegakan hukum memiliki tanggung jawab untuk memastikan penegakan hukum lingkungan hidup dan sumber daya alam yang baik berjalan di Indonesia. MA telah menerbitkan beberapa regulasi yang mendorong agar perkara lingkungan dan sumber daya alam perlu ditangani secara khusus. Selain itu, MA juga telah mulai menyediakan hakim yang memahami urgensi perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Sejak Tahun 2011, Mahkamah Agung (MA) telah menyelenggarakan pendidikan khusus lingkungan hidup bagi hakim. Hal ini diselenggarakan sebagai respon atas maraknya kasus pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Indonesia, serta terus berkembangnya hukum dan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup. Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) sendiri telah terlibat sejak Tahun 2020 dalam membantu MA menyelenggarakan pelatihan tersebut.
Pelatihan terhadap hakim lingkungan hidup ditindaklanjuti dengan program pemantauan dan evaluasi. Salah satu tahapan penyelenggaraan pemantauan tugas hakim lingkungan hidup berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 37/KMA/SK/III/2015 tentang Sistem Pemantauan dan Evaluasi Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup (SK KMA No. 37/KMA/SK/III/2015) adalah pemilihan putusan. Berdasarkan SK KMA tersebut, pemilihan putusan penting bertujuan untuk digunakan dalam pendidikan dan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan hidup sebagai contoh-contoh baik dalam memutus perkara lingkungan hidup.
Pengumpulan putusan penting juga berguna untuk pengembangan pengetahuan. Banyak putusan pengadilan yang telah berkontribusi dalam perkembangan hukum lingkungan hidup di Indonesia, seperti penggunaan strict liability sebagai dasar pertanggungjawaban. Selain itu, kumpulan putusan terpilih ini dibuat sebagai bagian dari manajemen pengetahuan (knowledge management) hukum, yang bermanfaat bagi hakim itu sendiri, jaksa, pengacara, akademisi, praktisi hukum bahkan masyarakat luas.
Dalam menangani perkara, para penegak hukum (hakim, jaksa, dan advokat) perlu melakukan kajian atau riset. Sebagai contoh, ketika seorang hakim memeriksa perkara, maka untuk menjaga konsistensi putusan ia perlu mengkaji apakah pernah ada perkara serupa yang telah diputus sebelumnya oleh hakim lain, serta bagaimana sudut pandang dan argumentasi hukum dari hakim tersebut? Sistem manajamen pengetahuan yang baik dapat memudahkan para hakim, jaksa maupun pengacara dalam mencari putusan-putusan terdahulu yang serupa dengan perkara yang sedang ditanganinya atau akan ditanganinya sebagai sarana pembelajaran. Putusan-putusan pengadilan juga dapat menjadi bahan kajian bagi akademisi, peneliti maupun masyarakat.
Sistem klasifikasi putusan perkara lingkungan hidup saat ini cukup memadai untuk mengidentifikasi secara cepat putusan-putusan, baik dengan adanya sistem penanda kode “LH” dalam nomor register perkara/putusan maupun klasifikasi jenis perkara dalam SIPP. Namun, penomoran khusus yang ada hanya menjadi penanda perkara/ putusan. Tidak terdapat sistem pengarsipan tersendiri bagi perkara lingkungan hidup, lebih-lebih sistem manajemen pengetahuan yang melekat pada administrasi perkara. Segala perkara yang masuk, baik perkara umum maupun perkara khusus lingkungan hidup, diarsipkan secara kronologis, tanpa telaahan lebih lanjut mengenai isu yang terkandung didalamnya. Padahal, pada umumnya, tidak semua perkara mengandung permasalahan hukum yang kompleks yang dapat menjadi sarana pembelajaran bagi para hakim-hakim lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan LeIP pada
Tahun 2020, mayoritas perkara lingkungan hidup -sebagaimana halnya perkara pada umumnya- tidak mengandung permasalahan hukum yang kompleks. Sementara itu, jumlah perkara lingkungan hidup di Indonesia terus mengalami peningkatan. Dengan semakin banyaknya perkara yang teregister “LH” maka akan semakin sulit bagi para hakim untuk menemukan dengan mudah putusan-putusan yang mengandung permasalahan hukum yang penting atau kompleks untuk dipelajari.
Penyusunan buku ringkasan putusan ini hanya sebagai salah satu sarana manajemen pengetahuan yang diharapkan mampu memudahkan para hakim, jaksa, pengacara, praktisi, akademisi maupun masyarakat dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya, serta mampu menambah pengetahuan dalam perkara lingkungan hidup. Kompilasi putusan terpilih perkara lingkungan hidup ini disusun atas kerjasama Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dengan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dengan mendapat dukungan dari Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia untuk Indonesia.
Putusan dalam buku ini telah dipilih dan dipilah dengan merujuk pada kriteria putusan penting dan putusan terpilih sebagaimana diatur dalam SK KMA No. 37/KMA/SK/III/2015. Meski demikian, kami menyadari bahwa sangat sulit untuk menemukan putusan yang memenuhi seluruh kriteria yang diatur dalam SK KMA. Pada akhirnya, kriteria dalam SK KMA dimodifikasi lagi, sehingga putusan-putusan yang diringkas dalam buku ini bersandar kriteria: memiliki isu hukum menarik atau mengandung nilai kebaruan atau arah perkembangan hukum serta berkekuatan hukum tetap. Semoga kompilasi ringkasan putusan ini bermanfaat bagi hakim, jaksa, pengacara, akademisi, praktisi serta masyarakat yang membacanya.