Pasal penodaan agama masih menjadi polemik di Indonesia karena dinilai membatasi hak kebebasan beragama dan berpendapat dari warga negara. Telah banyak gerakan dan kajian yang membahas perlu tidaknya pasal tersebut diatur di Indonesia. Namun, faktanya pasal tersebut masih berlaku dan masih digunakan, bahkan kepada orang2 yang seharusnya tidak dihukum dengan pasal itu.
Sejak tahun 2017, LeIP memulai penelitian terkait penafsiran terhadap Pasal 156A huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan dukungan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia/The Royal Norwegian Embassy. Penelitian ini—antara lain, menemukan bahwa unsur-unsur tindak pidana penodaan agama yang dirumuskan dalam Pasal 156A huruf a KUHP bersifat problematis dan mengundang multitafsir. Akibatnya, penafsiran aparat penegak hukum dalam penerapannya juga inkonsisten satu sama lain. Pada gilirannya, inkonsistensi yang muncul tersebut berpotensi mendorong ketidakpastian dan pelanggaran hak asasi manusia dalam penegakan hukum atas tindak pidana penodaan agama. Kondisi ini menyebabkan perlunya sebuah penafsiran terhadap pasal penodaan agama agar selama pasal tersebut masih berlaku, pasal itu tidak digunakan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum.
Hasil penelitian tersebut telah dituangkan dalam buku berbahasa Indonesia “Penafsiran Terhadap Pasal 156A Huruf a KUHP tentang Penodaan Agama (Analisis Hukum dan Hak Asasi Manusia)” dan buku berbahasa Inggris “Interpretations of Article 156A of The Indonesian Criminal Code On Blasphemy and Religious Defamation (a Legal and Human Right Analysis)”.
1. versi Bahasa Indonesia dapat diunduh di sini
2. versi Bahasa Inggris dapat diunduh di sini
LeIP juga menyediakan kedua buku dalam bentuk Hard Copy, bagi Bapak dan Ibu yang berminat dengan buku tersebut cukup mengganti biaya cetak dan biaya pengiriman dari Kantor LeIP. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi admin di sini.