Salam jumpa kembali,
Di awal tahun 2005, perkenankan redaksi beserta segenap Badan Pengurus dan Staf LeIP mengucapkan turut berduka cita yang sedalam – dalamnya atas bencana alam yang menimpa saudara – saudara kita di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Semoga Tuhan selalu melindungi kita semua.
dictum edisi empat ini, mengangkat tema “Problematika Pemilu”. Tema ini dipilih dengan alasan – alasan sebagai berikut: Pertama, merupakan saat yang tepat melakukan kajian kasus pelanggaran pemilu karena beberapa bulan yang lalu bangsa Indonesia melaksanakan pesta demokrasi. Rakyat Indonesia sebagian besar telah menggunakan hak pilihnya untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, dan memilih presiden secara langsung. Saat pemilu berlangsung, berbagai pelanggaran terjadi. Sempat ada usulan agar perlu diadakan pengadilan pemilu untuk memeriksa kasus – kasus pemilu, mengingat banyaknya kasus pelanggaran pemilu. Usulan tersebut hingga detik ini tidak terpenuhi. Perkara atau sengketa pemilu saat ini diperiksa oleh Panwaslu, Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Mahkamah Konstitusi.
Kedua, sebagian pihak beranggapan kasus pemilu merupakan kasus yang sederhana, dan kami menolak anggapan demikian, karena tidak ada yang sederhana dari setiap putusan pengadilan. Apalagi putusan berkenaan dengan perkara pemilu yang merupakan proses yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Putusan pengadilan merupakan buah pikir yang mendalam dari hakim yang tergabung dalam majelis. Maka sesederhana apapun suatu perkara, mempunyai nilai yang tinggi sebagai hasil dari proses analisis hakim. Namun, apakah benar putusan – putusan tersebut telah melewati proses berpikir yang cermat, yang diimbangi oleh landasan teori hukum dan pengalaman sebagai hakim yang cukup?
Fakta menunjukkan bahwa dari beberapa kasus yang sempat kami baca, ditemukan berbagai pertimbangan hukum yang melanggar hukum formil dan materil. Terdapat kasus – kasus dimana pertimbangan hukum yang diberikan sangat tidak memadai. Sebagai contoh: suatu kasus pelanggaran pemilu, terdakwa melakukan perbuatan curang untuk memperoleh dukungan. Ia mengedarkan surat permintaan dukungan kepada para kerabat, teman, dan saudara dari teman – temannya. Setelah KPU melakukan verifikasi, ditemukan surat dukungan, dimana pengirim merasa tidak pernah memberikan dukungan kepada terdakwa. Berbagai kesaksian yang diberikan di persidangan sebenarnya belum cukup menguatkan hakm untuk memberikan keputusan bersalah kepada terdakwa. Dalam putusannya, Majelis Hakim memutuskan bahwa tindakan terdakwa tersebut dapat menimbulkan kemungkinan munculnya dukungan sebagai akibat dari perbuatan curang. Putusan hakim ini lebih tepat dikatakan sebagai, semata – mata keyakinan hakim yang sangat tinggi. Karena kalau dilihat hasil pembuktian dalam persidangan, ditemukan bukti-bukti bahwa ada keterangan saksi yang mendasarkan pada keterangan pihak lain (testimonium di auditu). Putusan hakim semacam itu, menimbulkan kekhawatiran. Bagaimana bila putusan semacam ini banyak dibuat oleh hakim – hakim?
Kami menyadari bahwa kasus – kasus yang ditampilkan tidaklah dapat disebut sebagai representasi dari seluruh kasus pemilu. Banyak kasus lain yang lebih menarik. Namun setidaknya, kita mendapat gambaran masalah – masalah apa saja yang muncul dalam rangka pemilu. Contohnya, kasus ijazah palsu, yang bila dielaborasi lebih jauh, apakah yang dapat disebut sebagai pemalsuan? Apakah seseorang yang memperoleh ijazah karena bantuan pihak – pihak dapat disebut sebagai pemalsuan, meskipun ijazah tersebut adalah asli, dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang? Bagaimana dengan ketentuan dalam KUHP mengenai pemalsuan surat? Bagaimana pula dengan kasus caleg yang benar – benar memalsukan ijazah yang tidak dikeluarkan oleh lembaga yang semestinya?
Masalah lain, yaitu adanya celah hukum yang dalam hal seseorang yang oleh KPU –sebagai lembaga yang berwenang menyatakan sah tidaknya seorang menjadi caleg-, meloloskannya sebagai caleg, padahal oleh pengadilan umum ia terbukti melakukan pemalsuan ijazah? Dua putusan yang saling bertentangan ini perlu dicarikan solusinya supaya ada kepastian hukum. Tentu kita berharap masalah – masalah yang muncul selama pemilu ini akan menjadi pelajaran berharga buat kita semua.
Dalam rubrik Review kali ini, kami menyajikan tema “Pengadilan – Pengadilan Khusus di Indonesia”. Review ini merupakan kelanjutan dari review pada edisi sebelumnya yang mengangkat tema “Belajar dari Pengalaman Pembentukan Pengadilan Khusus: Solusi Tanpa Pikir Panjang”. Tema yang berkaitan dengan pengadilan khusus ini kami angkat kembali untuk membedah lebih lanjut pengadilan khusus dan problematikanya, berkaitan dengan sudah cukup banyaknya pengadilan khusus yang diamanatkan oleh undang – undang.
Terakhir, salut kami sampaikan kepada pengadilan terlepas dari kondisi yang jauh dari ideal, terutama berkenaan dengan pemilu, yang sudah berupaya memutus kasus – kasus pemilu dengan tenggat waktu yang ketat. Namun pujian semata tidaklah cukup, demi perbaikan kualitas putusan, kritik perlu juga ditujukan kepada pengadilan agar ke depan putusan – putusan yang dijatuhkan didasarkan pada pertimbangan hukum yang memadai dengan melakukan elobarasi lebih dalam terhadap fakta – fakta yang dimunculkan di persidangan.
Selamat membaca,
Redaksi.
Download Dictum Edisi 4: Problematika Pemilu