Press Release Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP)
“Triumvirat Pengawasan: Mampukah Mengubah Citra Pengadilan?”
Kamis 26 April 2018, Mahkamah Agung (MA) memiliki Wakil Ketua Non Yudisial yang baru, yaitu Hakim Agung Sunarto. Hakim Agung Sunarto mendapat 24 suara dan mengungguli lawannya Hakim Agung Andi Samsan Nganro yang mendapat 21 suara pada putaran kedua pemilihan Wakil Ketua MA Non Yudisial yang berlangsung di Gedung MA. Sebelumnya, jabatan Wakil Ketua MA Non Yudisial kosong selama hampir 1 tahun pasca pensiunnya Hakim Agung Suwardi yang menduduki jabatan tersebut.
Bila melihat komposisi Triumvirat atau 3 jabatan tertinggi di MA yang baru terbentuk, terdapat satu latar belakang yang sama dimana ketiganya memiliki karir di bidang pengawasan. Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa Badan Pengawasan adalah tempat yang strategis untuk menciptakan tokoh-tokoh penting dalam dunia peradilan. Tidak mengherankan jika Badan Pengawasan dikenal hanya merekrut orang-orang yang memiliki rekam jejak yang baik dan profesionalisme.
Di sisi lain, ini merupakan tantangan bagi MA untuk membuktikan kemampuan untuk terus membenahi peradilan ke depan, seperti terbebas dari Operasi Tangkap Tangan (OTT), perbaikan kualitas pelayanan publik pengadilan, dan perbaikan integritas Hakim dan Pegawai Pengadilan. Triumvirat Pengawasan ini dapat menjadi momentum perbaikan peradilan Indonesia. Sebuah harapan besar kepemimpinan Triumvirat Pengawasan ini memprioritaskan program-program pengawasan peradilan.
Saat ini, tantangan terbesar yang dihadapi MA dalam pengawasan adalah MA belum berhasil membangun budaya atau identitas lembaga yang memandang integritas sama pentingnya dengan profesionalisme. MA melalui Badan Pengawasan melakukan pengawasan internal kepada Hakim dan Pegawai Pengadilan melalui berbagai kegiatan pengawasan. Pelayanan pengadilan pun diuji melalui berbagai cara. Namun, pungutan liar masih menjadi hal lumrah yang ditemui di pengadilan. Belum lagi rentetan OTT terhadap aparat pengadilan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seakan-akan menjadi episode bersambung. Isu integritas Hakim, Panitera, dan Pegawai Pengadilan menjadi sorotan utama.
MA telah merintis beberapa program pengawasan untuk meningkatkan citra pengadilan, seperti melaksanakan Uji Integritas Pelayanan Publik Pengadilan (UIP3) dengan metode mystery shopping dan memiliki serta menggunakan whistleblowing system. Selain itu, MA juga telah melakukan koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain untuk memperbaiki citra pengadilan, seperti koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam OTT terhadap aparat pengadilan.
Namun, menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi MA untuk kembali mengembangkan dan melaksanakan dengan rutin inisiatif-inisiatif yang telah dibuat. Perlu ada upaya lebih keras dari MA untuk menunjukkan identitas lembaga antara lain melalui: (1) persyaratan kesesuaian profil kekayaan dalam proses seleksi pimpinan pengadilan dan jabatan strategis lainnya; (2) tindak lanjut pengawasan dengan meneruskan pelanggaran-pelanggaran perilaku aparat pengadilan yang mengandung indikasi tindak pidana ke Kepolisian; dan (3) membangun koordinasi yang lebih intens dengan Komisi Yudisial sebagai lembaga yang melakukan pengawasan eksternal terhadap perilaku Hakim.
Terkait erat dengan pengawasan, MA juga masih menghadapi masalah tentang pembinaan aparat pengadilan, yaitu lemahnya sistem transparansi dan akuntabilitas MA mengenai sumber daya manusia (SDM) pengadilan. MA masih memiliki kelemahan dalam transparansi dan akuntabilitas sistem promosi mutasi Hakim dan Panitera, kapasitas Hakim dan Pegawai Pengadilan yang belum mumpuni, ketidakjelasan status dan sistem manajemen karir, dan lainnya.
Selaku Wakil Ketua MA Non Yudisial, Sunarto juga perlu memikirkan isu integrasi bidang pembinaan dan pengawasan di MA. Saat ini, MA membagi bidang non yudisial menjadi pembinaan dan pengawasan dimana terlembagakan dalam Kamar Pembinaan dan Kamar Pengawasan. Pengawasan aparat pengadilan selalu berjalan beriringan dengan pembinaan aparat pengadilan. Membicarakan integritas aparat pengadilan tidak bisa meninggalkan konteks pembinaan aparat pengadilan. Selanjutnya, dalam hal program-program pembaruan peradilan yang berada dalam ruang lingkup Kamar Pembinaan, banyak mencakup isu-isu pengawasan peradilan yang berada dalam ruang lingkup Kamar Pengawasan. Integrasi pembinaan dan pengawasan akan semakin mengefektifkan kerja-kerja untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik pengadilan.
Dengan terpilihnya Sunarto sebagai Wakil Ketua MA Non Yudisial, jabatan Ketua Kamar Pengawasan menjadi kosong. Ketua Kamar Pengawasan adalah salah satu jabatan kunci untuk membenahi citra pengadilan dan integritas Hakim sehingga jabatan ini harus diisi oleh orang yang tepat. Harus dipastikan bahwa Ketua Kamar Pengawasan yang akan dipilih memiliki rekam jejak yang baik, kepemimpinan yang mumpuni, serta memiliki visi dalam menciptakan program-program pengawasan peradilan ke depan.
Melihat momentum terpilihnya Wakil Ketua MA Non Yudisial yang baru, LeIP merekomendasikan hal-hal berikut:
- Mendorong MA untuk memprioritaskan program-program pengawasan seperti (a) Uji Integritas Pelayanan Publik Pengadilan (UIP3) dengan metode mystery shopping; (b) membuat persyaratan kesesuaian profil harta kekayaan yang tertuang dalam LHKPN dengan realita untuk proses seleksi pimpinan pengadilan dan jabatan strategis lainnya; (c) melaksanakan tindak lanjut pengawasan dengan meneruskan pelanggaran-pelanggaran perilaku aparat pengadilan yang mengandung indikasi tindak pidana ke Kepolisian.
- Mendorong MA untuk mengeratkan koordinasi dengan Komisi Yudisial, KPK, dan PPATK dalam melakukan berbagai kegiatan pengawasan.
- Meminta MA untuk segera mengisi jabatan Ketua Kamar Pengawasan dengan Hakim Agung yang memiliki rekam jejak yang baik, kepemimpinan, dan memiliki visi untuk menyusun program-program prioritas pengawasan.
Narahubung: Liza Farihah (liza.farihah@leip.or.id /081286031750) unduh di sini