Pada tanggal 26 September 2024, terdapat rilis media yang pada intinya menyerukan gerakan cuti bersama para Hakim di Indonesia pada tanggal 7 – 11 Oktober 2024. Aksi ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan para Hakim Indonesia terhadap masalah-masalah yang dihadapi para Hakim, mulai dari besaran gaji hakim yang belum pernah disesuaikan selama 12 tahun sejak berlakunya PP No. 94 Tahun 2012, fasilitas rumah dinas yang belum dipenuhi, hingga masalah pemenuhan jaminan keamanan bagi Hakim dalam pelaksanaan tugas. Dengan kondisi tersebut, para Hakim kemudian menuntut berbagai pihak untuk segera bertindak memenuhi hak-hak para Hakim, seperti meminta pemerintah untuk segera menyesuaikan besaran gaji hakim dengan merevisi PP No. 94 Tahun 2012 dan menyusun aturan yang dapat menjamin keamanan pada hakim, serta mendorong berbagai pihak, khususnya Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan IKAHI untuk turut aktif mendorong perubahan-perubahan yang disuarakan tersebut.
Menanggapi kondisi tersebut, kami Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) berpandangan sebagai berikut:
- Kami melihat bahwa hal yang sedang diperjuangkan oleh para Hakim saat ini bukanlah soal besaran gaji hakim dengan nilai tertentu, tetapi pemenuhan hak keuangan dan kesejahteraan hakim yang tidak pernah disesuaikan dengan kondisi ekonomi terkini selama 12 tahun. Kondisi ini sangat berbeda dengan jabatan-jabatan selain hakim yang mendapatkan penyesuaian hak keuangan secara berkala setiap tahunnya. Meskipun PP No. 94 Tahun 2012 telah diubah sebanyak 2 kali, yaitu melalui PP No. 74 Tahun 2016 dan PP No. 40 Tahun 2022, namun revisi-revisi tersebut tidak mengatur penyesuaian dan peningkatan kesejahteraan hakim sehingga belum membawa perubahan baik bagi para hakim. Padahal, kita tentu harus sepakat bahwa kondisi ekonomi dan nilai uang di tahun 2012 sudah jauh berbeda dengan kondisi hari ini mengingat ada inflasi setiap tahunnnya. Dengan begitu, hampir dapat dipastikan bahwa nilai gaji hakim pada tahun 2012 tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini yang berdampak pada kehidupan ekonomi para Hakim serta keluarganya;
- Masalah belum adanya penyesuaian hak keuangan para Hakim ini pada dasarnya bersumber dari belum adanya ketentuan terkait mekanisme evaluasi dan penyesuaian gaji hakim secara berkala. Tanpa aturan tersebut, hampir dapat dipastikan tidak akan terdapat jaminan bahwa penggajian hakim akan selalu disesuaikan dengan kondisi ekonomi faktual, beban kerja, dan indikator-indikator lainnya yang perlu diperhitungkan dalam penentuan gaji Hakim. Pasal 3 ayat (2) PP No. 94 Tahun 2012 jo. PP No. 74 Tahun 2016 memang telah menyebutkan secara eksplisit bahwa ketentuan penggajian Hakim masih mengikuti ketentuan penggajian ASN meskipun Hakim tidak lagi menyandang status sebagai ASN sejak berlakunya UU No. 43 Tahun 1999. Walaupun demikian, seperti yang dijelaskan sebelumnya, penyesuaian gaji ASN lain secara berkala ternyata juga tidak mempengaruhi besaran gaji Hakim. Padahal, penyamaan ketentuan gaji Hakim dengan ASN lain sudah merupakan masalah tersendiri karena Hakim tidak lagi berkedudukan sebagai ASN sehingga membutuhkan ketentuan penggajian tersendiri yang berbeda dari ASN;
- Keberadaan aturan yang dapat menjamin penyesuaian gaji Hakim secara berkala tersebut juga dibutuhkan untuk mencegah gerakan-gerakan Hakim seperti saat ini untuk terjadi kembali di masa yang akan datang. Perlu diketahui bahwa gerakan ini bukan merupakan aksi pertama yang dilakukan para Hakim dalam menuntut pemenuhan hak kesejahteraannya. Aksi serupa juga pernah dilakukan para Hakim pada tahun 2010/2011 yang mana aksi tersebut merupakan salah satu cikal bakal lahirnya PP No. 94 Tahun 2012 yang berhasil meningkatkan kesejahteraan para Hakim saat itu. Namun sangat disayangkan momen tersebut hanya digunakan sebagai solusi jangka pendek untuk memenuhi tuntutan peningkatan kesejahteraan hakim saat itu tanpa diikuti dengan tindakan-tindakan lain yang diperlukan, seperti mengatur evaluasi dan penyesuaian gaji Hakim yang menjamin pemenuhan kesejahteraan Hakim secara berkala. Dengan kondisi tersebut, maka tidak menutup kemungkinan gerakan yang sama akan muncul kembali pada 7 – 10 tahun mendatang mengingat tidak diselesaikannya masalah utama pemenuhan kesejahteraan para Hakim;
- Selain masalah kesejahteraan, masalah jaminan keamanan Hakim dalam pelaksanaan tugasnya juga perlu segera menjadi perhatian dari negara. Hal ini tidak terlepas dari beragam kejadian-kejadian yang membahayakan keamanan dan keselamatan Hakim yang terbukti mengganggu pelaksanaan tugasnya, bahkan sampai mengakibatkan hilangnya nyawa Hakim, meskipun jaminan keamanan dan keselamatan Hakim sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia. Kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiudin Kartasasmita (2001), pembunuhan Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo di ruang sidang (2005), dan pemukulan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (2019) merupakan sebagian peristiwa yang menggambarkan betapa rentannya keselamatan dan keamanan hakim dalam pelaksanaan tugasnya. Padahal, jaminan keamanan tersebut sangat dibutuhkan untuk menjamin independensi dan imparsialitas Hakim dalam memutus perkara yang merupakan syarat penting dalam pemenuhan prinsip peradilan yang adil (Pasal 2 Basic Principles on the Independence of the Judiciary);
- Bagi kami, kondisi-kondisi tersebut menunjukkan ketidakseriusan negara dalam memperhatikan dan memenuhi kebutuhan dari jabatan Hakim. Padahal, jaminan kesejahteraan dan keamanan merupakan bagian dari syarat penting terciptanya independensi peradilan dan negara merupakan pihak utama yang harus bertanggung jawab menyediakan sumber daya dan dukungan yang cukup bagi Hakim dan pengadilan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik (Pasal 7 Basic Principles on the Independence of the Judiciary), khususnya dalam mewujudkan peradilan yang adil dan bermartabat. Bahkan, Prinsip-prinsip Dasar Independensi Peradilan yang berlaku secara universal mengatur bahwa jaminan kesejahteraan berupa pengaturan remunerasi yang layak dalam peraturan perundangan-undangan merupakan salah satu komponen penting dalam mewujudkan independensi peradilan (Pasal 11 Basic Principles on the Independence of the Judiciary);
- Untuk itu, masalah pemenuhan jaminan kesejahteraan dan keamanan para Hakim perlu segera mendapat perhatian serius dan ditindaklanjuti oleh Negara. Hal ini tentu tidak hanya perlu dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai institusi yang mengelola kepegawaian Hakim dan Komisi Yudisial yang memperjuangkan integritas lembaga peradilan, tetapi juga pemerintah, utamanya melalui Kementerian Keuangan, dan DPR yang perlu segera turut terlibat dalam penyelesaian masalah ini. Ketiadaan tindakan-tindakan nyata atas masalah-masalah tersebut tidak hanya akan menunjukkan ketidakseriusan negara dalam pemenuhan hak-hak para Hakim, tetapi juga ketidakpedulian negara dalam memberikan jaminan terwujudnya peradilan yang adil, imparsial, dan independen bagi masyarakat;
- Khusus untuk Mahkamah Agung, kami masih meyakini bahwa Mahkamah Agung merupakan unsur negara yang selalu mengupayakan pemenuhan prinsip-prinsip HAM dalam pelaksanaan tugasnya. Terlebih, Ketua Mahkamah Agung dalam pidatonya pada sebuah acara terkait Hak Asasi Manusia telah meminta para hakim untuk menerapkan prinsip-prinsip HAM dalam mengadili dan memutus perkara. Untuk itu, kami mendorong Mahkamah Agung untuk melakukan hal serupa kali ini dengan menghormati hak untuk berekspresi dan berkumpul dari para Hakim yang melakukan gerakan cuti bersama tersebut, yang pada dasarnya merupakan salah satu bagian penting dalam perwujudan prinsip independensi peradilan (Pasal 8 Basic Principles on the Independence of the Judiciary). Kami juga mengajak Mahkamah Agung untuk memberi ruang kepada para Hakim tersebut untuk menyuarakan pendapatnya serta menempatkan gerakan ini sebagai upaya membangun kredibilitas lembaga peradilan;
Berdasarkan hal-hal tersebut, kami menyatakan hal-hal sebagai berikut:
- Mendorong pemerintah untuk segera menyesuaikan hak kesejahteraan Hakim sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan yang ada dengan merevisi ketentuan penggajian hakim dalam PP No. 94 Tahun 2012 sebagaimana diubah terakhir kali dengan PP No. 40 Tahun 2022;
- Mendorong negara melalui pemerintah, DPR, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial untuk merumuskan ketentuan yang mengatur mekanisme evaluasi dan penyesuaian kesejahteraan Hakim secara berkala yang lebih menjamin terpenuhinya hak kesejahteraan para Hakim;
- Mendorong komitmen negara melalui pemerintah dan Mahkamah Agung untuk memenuhi jaminan keamanan Hakim yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan;
- Mendorong Mahkamah Agung untuk menghormati hak untuk berekspresi dan berkumpul para Hakim yang menyuarakan dan melakukan gerakan cuti bersama sesuai dengan Pasal 8 Basic Principles on the Independence of the Judiciary.
Narahubung:
Muhammad Tanziel Aziezi (Direktur Eksekutif LeIP)
0822600152523; tanziel.aziezi@leip.or.id