Lembaga Kajian & Advokasi untuk Independensi Peradilan:
Rekomendasi untuk Proses Seleksi Calon Hakim Agung oleh DPR Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat
Senin, 19 September 2011
Tujuan Proses Rekrutmen Hakim Agung
Hal lain yang tidak boleh dilupakan dalam proses seleksi Hakim Agung ini adalah rencana MA untuk menerapkan sistem kamar. Pada hari ini, 19 September 2011, Ketua MA telah menetapkan 3 (tiga) surat keputusan untuk menerapkan sistem kamar di Mahkamah Agung, yaitu:Tujuan utama dalam setiap proses rekrutmen adalah penyediaan sumber daya manusia/personil yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, baik dari segi jumlah maupun kualifikasi atau kompetensinya. Begitupun dalam proses seleksi Calon Hakim Agung kali ini yang sudah memasuki tahap akhir fit dan proper tes di DPR. Dalam tahap ini DPR harus mengupayakan bahwa Calon Hakim Agung yang ‘dihasilkan’ dari fit dan proper tes ini sesuai dengan kebutuhan Mahkamah Agung (MA). Baik dari segi jumlah maupun kualifikasinya.
- Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tentang Sistem Kamar,
- Surat Keputusan Ketua Mahkamaha Agung RI Nomor 143/KMA/SK/IX/2011 tentang Penunjukan Ketua Kamar dalam Sistem Kamar pada Mahkamah Agung RI, dan
- Surat Keputusan Ketua Mahkamaha Agung RI Nomor 144/KMA/SK/IX/2011 tentang Penunjukan Hakim Agung sebagai Anggota Kamar Perkara dalam Sistem Kamar pada Mahkamah Agung RI.
Ketiga surat keputusan tersebut akan berlaku efektif per 1 Oktober 2011. Dalam sistem kamar tersebut, Ketua MA membagi para Hakim Agung ke dalam lima kamar berdasarkan kompetensi masing-masing, yaitu (1) pidana, (2) perdata, (3) militer, (4) agama, dan (5) tata usaha negara (TUN). Hakim-hakim Agung di setiap kamar diutamakan hanya menangani perkara yang masuk ke kamar perkara meraka.
Dengan penerapan sistem kamar tersebut, diharapkan MA dapat:
- Membangun dan mengembangkan keahlian para Hakim Agung,
- Meningkatkan produktivitas Hakim Agung dalam memeriksa dan memutus perkara,
- Meningkatkan kualitas putusan Hakim Agung,
- Memudahkan pengawasan terhadap manajemen perkara.
Kebutuhan Hakim Agung di MA
Ketidaksesuaian antara kompetensi Hakim Agung yang ada dengan jenis perkara yang ditangani ditengarai menjadi salah satu penyebab masih bermasalahnya kualitas dan konsistensi putusan MA. Permasalahan ini juga sebenarnya telah dirasakan oleh MA, menurut Ketua MA, perbandingan antara komposisi jenis perkara yang ditangani MA dengan kompetensi Hakim Agung yang ada saat ini adalah sebagai berikut[1]:
Kebutuhan terbesar MA saat ini adalah Hakim-Hakim Agung yang memiliki kompetensi ilmu hukum pidana dan perdata atau yang berlatar belakang peradilan umum (apabila diambil dari jalur karir).Apabila ingin menentukan jumlah dan komposisi Hakim Agung yang dibutuhkan[2] dengan menggunakan ratio perbandingan jumlah perkara dan jumlah Hakim Agung yang ada saat ini, maka dari data tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
- MA saat ini tidak memiliki kebutuhan untuk menambah jumlah Hakim Agung yang memiliki kompetensi/latar belakang TUN, Agama dan Militer. Karena secara rasio jumlah Hakim Agung dengan kompetensi tersebut saat ini telah ‘lebih’ dari yang sebenarnya dibutuhkan.
- Kebutuhan khusus peradilan militer untuk membentuk 1 majelis Hakim Agung, saat ini bahkan telah direspon dengan tepat oleh Ketua MA dengan menetapkan 2 (dua) orang Hakim Agung berlatar belakang dan keahlian hukum pidana dalam kamar perkara militer, sebagaimana ditetapkan dalam SK KMA No.144/2011 tersebut.
Kesimpulan-kesimpulan dan temuan tersebut kami harapkan dapat menjadi salah satu acuan DPR dalam melakukan proses seleksi Calon Hakim Agung yang dilakukan saat ini.
Dalam proses seleksi kali ini MA secara resmi mengajukan permintaan kepada KY untuk menyeleksi calon-calon Hakim Agung sebagai berikut:
- Hakim Agung dengan kompetensi/latar belakang militer, 1 orang
- Hakim Agung dengan kompetensi/latar belakang TUN, 2 orang
- Hakim Agung dengan kompetensi/latar belakang agama, 1 orang
- Hakim Agung dengan kompetensi/latar belakang pidana, 3 orang
- Hakim Agung dengan kompetensi/latar belakang perdata, 3 orang
Secara mudah terlihat bahwa permintaan MA tersebut sebenarnya juga tidak sesuai dengan kebutuhan dan rencana MA untuk menerapkan sistem kamar. Paling tidak, secara tegas dapat dinyatakan saat ini MA tidak memerlukan Hakim-Hakim Agung tambahan untuk kompetensi/berlatar belakang TUN dan Agama. Lalu, untuk apa diminta lagi? Bila calon Hakim Agung dengan latar belakang TUN dan Agama direkrut lagi justru akan mengacaukan sistem kamar yang telah direncanakan.
Disinilah seharusnya KY dan DPR memainkan peran kontrolnya, sehingga dengan tidak serta merta memenuhi permintaan rekrutmen Hakim Agung dari MA, meskipun secara nyata permintaan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya.
Latar Belakang Calon Hakim Agung 2011
Pada tanggal 1 Agustus 2011 KY telah menyerahkan 18 nama calon hakim agung kepada DPR untuk mengikuti seleksi selanjutnya. Dari 18 nama tersebut, masih terdapat 2 nama dengan kompetensi hukum agama, dan 2 nama dengan kompetensi hukum tata usaha Negara. Bila melihat data di atas, calon hakim agung dengan keahlian 2 bidang ini tidak lagi dibutuhkan oleh MA. Berikut kompetensi 18 calon Hakim Agung yang akan mengikuti fit and proper test di DPR:
Catatan Terhadap Para calon
Calon yang memiliki afiliasi terhadap salah satu partai politik tertentu harus ditolak. Koalisi menilai jabatan Hakim Agung harus steril. Adanya afiliasi kepada partai politik tertentu menjadikan posisi Hakim Agung menjadi rentan disusupi oleh kepentingan tertentu. Setidaknya, calon yang berasal dari partai politik haruslah vakum dari kepengurusan partai politik tersebut paling sedikit 5 tahun.Koalisi memiliki catatan umum terhadap para calon berdasarkan investigasi dan pemantauan proses seleksi di Komisi Yudisial (terlampir). Secara umum, beberapa poin penting catatan koalisi adalah:
- Calon dengan harta kekayaan tidak wajar. Catatan harta kekayaan tidak wajar menjadi salah satu indikasi minimnya integritas calon karena catatan kekayaan calon tidak transparan dan disembunyikan.
- Calon dengan motivasi pencari kerja (job seeker) harus dipertimbangkan tidak layak menduduki jabatan Hakim Agung
Rekomendasi
SuhadiMenggunakan data beban kerja dan komposisi Hakim Agung di MA dalam setiap proses seleksi yang dilaksanakan;
- Memilih Hakim Agung yang sejalan dengan rencana MA untuk menerapkan Sistem Kamar di MA dengan:
- HANYA MELOLOSKAN calon-calon yang memiliki kompetensi di bidang hukum pidana, perdata (berlatar belakang peradilan umum), dan
- TIDAK MELOLOSKAN calon-calon yang memiliki kompetensi hukum Agama dan TUN;
- Memperhatikan latar belakang keahlian hakim non karir serta meminta calon hakim non karir menyampaikan pernyataan tentang keahlian mereka apakah pidana, perdata, TUN atau militer.
- Berdasarkan catatan Koalisi atas para calon (terlampir). Maka calon-calon rekomendasi Koalisi adalah :
- Sunarto
- Rahmi Mulyati
Kemudian, calon yang tidak direkomendasikan koalisi adalah:
- Gayus T Lumbuun
- Husnaini (dari lingkungan peradilan agama)
- Mohammad Yamin Awie (dari lingkungan peradilan agama)
[1] Harifin Tumpa, Ketua MA dalam makalah “Konstruksi dan Konsep Sistem Kamar dan Penerapannya di Mahkamah Agung”, April 2011.
[2] Untuk menentukan jumlah Hakim Agung yang sesuai dengan kebutuhan riil MA, secara ideal setidaknya ada 2 (dua) faktor penting yang diperlukan, yaitu: (a) Jumlah atau beban perkara yang harus ditangani, dan (b) Standar kinerja/kapasitas kerja Hakim Agung. Standar kinerja/kapasitas kerja Hakim Agung adalah jumlah rata-rata perkara yang dapat diselesaikan oleh seorang Hakim Agung. Secara sederhana, jumlah Hakim Agung yang dibutuhkan dapat dihitung dengan membagi jumlah perkara yang harus ditangani dengan standar kinerja Hakim Agung. Sayangnya, data yang dapat digunakan untuk melakukan penghitungan sederhana ini belum tersedia dengan baik di MA saat ini.