Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah memasukan Rancangan Undang-Undang tentang Jabatan Hakim (RUU JH) ke dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2016. RUU JH berada pada urutan 16 dari 40 RUU prioritas.[1] Kesepakatan itu diambil pada rapat Panja Prolegnas, Rabu (20/1/2016).[2] RUU tersebut diharapkan mampu menjawab segala persoalan mulai aturan status pejabat negara beserta implementasinya hingga manajemen hakim.[3]
“Itu menjadi angin surga bagi kalangan hakim dan masyarakat luas. RUU Jabatan Hakim sangat urgen diprioritaskan untuk memperkuat kedudukan hakim dengan segala turunannya,” kata Achmad Fauzi, Hakim Pengadilan Agama Tarakan, Kalimantan Utara.[4]
Menurut Hakim Agung Gayus Lumbuun, RUU JH akan mendorong para pengadil bekerja lebih profesional lagi. Sebab, RUU JH akan mengatur secara komprehensif terkait jaminan perlindungan, kesejahteraan, keamanan, dan pola jenjang karier hakim sebagai pejabat negara.[5] “Saya secara pribadi mendorong adanya UU Jabatan hakim karena (hakim) akan bekerja lebih profesional,” kata Gayus kepada Antara.[6]
(Mantan) Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki menjelaskan, hakim sebagai profesi mulia harus dilindungi UU berikut jaminan hak-haknya sebagai pejabat negara. Menurut Suparman, RUU Jabatan Hakim ada konsekuensi pengaturan rekrutmen, promosi-mutasi, jaminan hak kesejahteraan, perlindungan kesehatan dan keamanan bagi para hakim. “Misalnya, seorang hakim layak mendapatkan pengawalan fisik agar dapat menjamin keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum dan keadilan,”katanya.
Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Della Sri Wahyuni mengungkapkan, sejak lahirnya UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, hakim sudah berstatus sebagai pejabat negara. Hal itu dikuatkan oleh UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Paket UU Badan Peradilan Tahun 2009, dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.”Namun, sejak 1999, belum ada satu ketentuan yang komprehensif mengatur jabatan hakim pascaperubahan status menjadi pejabat Negara,”kata Della.[7]
Dela melanjutkan,”Selama sekian tahun, status jabatan hakim menjadi tidak jelas. Hakim disebut sebagai pejabat negara, tetapi pembinaan SDM hakim masih mengacu pada ketentuan saat hakim berstatus sebagai PNS. Tidak ada penyesuaian pengaturan pascaperubahan status. Di sisi lain, ketika ada ketentuan tentang pejabat negara, hakim dikecualikan dari lingkup pejabat Negara.”
Pertanyaan penting yang perlu dikemukakan ialah apakah status sebagai pejabat negara itu sudah tepat bagi hakim atau status seperti apa yang tepat bagi hakim. Ia menjelaskan konsep ‘pejabat negara’ sebenarnya belum terlalu jelas dalam sistem kepegawaian di Indonesia.[8]
Ia menekankan yang terpenting dari status atau nomenklatur jabatan ialah konsekuensi dari jabatan itu terhadap pembinaan atau pengelolaan SDM hakim. Menurutnya, RUU tersebut seharusnya mendefinisikan sendiri status jabatan hakim sesuai dengan karakteristik jabatan hakim, yang berbeda dengan pejabat negara dan PNS.[9]
Della menjelaskan,UU Kekusaan Kehakiman memang mengukuhkan status hakim sebagai pejabat negara. Sayangnya, pembinaan sumber daya manusia hakim tidak diatur.[10] Dikatakan Della, persoalan status hakim acapkali dipandang dari aspek hak dan fasilitas yang diterima hakim.[11]
“Padahal persoalan tersebut bagian dari permasalahan yang jauh lebih besar, yakni konsekuensi jabatan terhadap pembinaan manajemen SDM hakim. Di titik inilah penting adanya RUU Jabatan Hakim yang mengatur secara khusus jabatan hakim, tetapi mengatur bagaimana seharusnya SDM hakim dikelola,” ujarnya.[12]
[1] http://nasional.kompas.com/read/2016/01/22/13450911/Ini.40.RUU.dalam.Prolegnas.Prioritas.2016?page=all
[2] Ibid
[3] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56c2fdc29b20b/perlu-ada-yang-mengatur-pembinaan-dan-manajemen-sdm-hakim
[4] http://news.detik.com/kolom/3140276/mengawal-ruu-jabatan-hakim
[5] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt566009bb69bee/ruu-jabatan-hakim-perlu-jadi-prioritas-dpr
[6] http://www.antaranews.com/berita/487701/gayus-ruu-jabatan-hakim-dorong-pengadil-profesional
[7] http://www.mediaindonesia.com/news/read/33279/paradoks-jabatan-hakim/2016-03-10
[8] http://www.mediaindonesia.com/news/read/33279/paradoks-jabatan-hakim/2016-03-10
[9] http://www.mediaindonesia.com/news/read/33279/paradoks-jabatan-hakim/2016-03-10
[10] www.hukumonline.com/berita/baca/lt56c2fdc29b20b/perlu-ada-yang-mengatur-pembinaan-dan-manajemen-sdm-hakim
[11] Ibid
[12] ibid