Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Kedua telah mengatur secara menyeluruh mengenai perlindungan hak asasi manusia khususnya jaminan terhadap kebebasan beragama, berkeyakinan, berpendapat, dan berekspresi. UUD 1945 mengatur bahwa untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang- undangan, yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Namun demikian dalam praktiknya terdapat permasalahan hukum dalam aspek perlindungan terhadap kebebasan beragama dan berekspresi di Indonesia, yang terlihat dalam bentuk inkonsistensi dan ketidakjelasan penafsiran terhadap kerangka hukum penodaan agama di Indonesia. Inkonsistensi dan ketidakjelasan penafsiran kerangka hukum penodaan agama di Indonesia telah menyebabkan ketidakpastian perlindungan hukum bagi warga negara dalam penegakan hukum perkara penodaan agama.
Untuk mendorong konsistensi dan kepastian hukum dalam penegakan hukum pada perkara penodaan agama, terutama dikaitkan dengan banyaknya perkara-perkara tuduhan penodaan agama di masyarakat, maka diperlukan sebuah pelatihan bagi para penegak hukum dalam menafsirkan dan menggunakan pasal-pasal penodaan agama berdasarkan prinsip hak asasi manusia. Pelatihan ini dilatarbelakangi dari hasil penelitian LeIP yang dimulai pada tahun 2017 terkait penafsiran terhadap Pasal 156a huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang didukung oleh Kedutaan Besar Norwegia (The Royal Norwegian Embassy) yang menemukan bahwa pengaturan Pasal 156a KUHP kurang memadai dalam menjelaskan unsur-unsur suatu perbuatan sebagai penodaan agama.
Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Alila, Jakarta pada 28 – 29 Juni 2018 ini melibatkan para trainer dari Mahkamah Agung, Akademisi, Peneliti mitra CSO, dan Peneliti LeIP, diantaranya:
1. Dr. H.Andi Samsan Nganro, SH, MH. (Hakim Agung Kamar Pidana MA-RI)
2. Agus Subroto, S.H., M.Hum., M.Kn. (Kepala Pusdiklat Teknis Peradilan MA-RI)
3. Pahala Simanjuntak, S.H., M.Kn. (Hakim Tinggi pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI)
4. F. Willem Saija, S.H., M.H. (Hakim Tinggi pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI)
5. Ennid Hasanuddin, S.H., CN., M.Hum. (Hakim Tinggi pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI)
6. Martini Marja, S.H., M.H. (Hakim Tinggi pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI)
7. Dr. Asra, S.H., M.H. (Hakim Tinggi pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI)
8. Erlyta Ginting, S.H., M.H. (Hakim Tinggi pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI)
9. Bettina Yahya, S.H., M.Hum. (Hakim Tinggi pada Balitbang Diklat Kumdil MA RI)
10. Dr. H. Zain Badjeber (Mantan Anggota DPR RI)
11. Dr. Widati Wulandari, S.H., M. Crim. (Akademisi Universitas Padjajaran)
12. Uli Parulian Sihombing, SH, LLM. (Direktur Indonesian Legal Resource Center)
13. Papang Hidayat, MA. (Peneliti Amnesty Internasional)
14. Dr. Zainal Abidin Bagir, Ph.D. (Akademisi)
15. Dian Rosita (Peneliti LeIP)
16. Zainal Abidin (Peneliti LeIP)
17. M. Tanziel Aziezi (Peneliti LeIP)