Pada 3 sampai dengan 7 Desember 2018, Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) kembali memfasilitasi kunjungan kerja Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad der Nederlanden) ke Mahkamah Agung RI di Jakarta. Kunjungan kerja ini dilakukan sebagai bagian dari kegiatan di Komponen 2 Program Dukungan Sektor Peradilan (Judicial Sector Support Program – JSSP) yang didanai oleh Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan dilaksanakan oleh Center for International Legal Cooperation (CILC) yang berbasis di Den Haag, Belanda, bersama LeIP yang berbasis di Jakarta. Anggota delegasi dalam kunjungan kerja kali ini terdiri dari Presiden Hoge Raad, Mr Maarten Feteris; Panitera Hoge Raad, Mr Hans J. Storm; Direktur Operasional Hoge Raad, Mr Ädwin Rotscheid; mantan Hakim Agung Kamar Pajak Hoge Raad, Theodorus Groeneveld; dan pengembang sistem informasi dokumentasi putusan Hoge Raad, Michel Mooren.
Mahkamah Agung dan Hoge Raad telah memiliki kerjasama cukup panjang sejak 2008. Saat ini, kedua lembaga memiliki MoU untuk periode kerjasama tahap kedua, yaitu 2018-2023. LeIP dan CILC, disebutkan dalam MoU tersebut sebagai fasilitator yang mewakili representasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan program dan kegiatan kerjasama kedua lembaga. Fokus utama kerjasama yang dituangkan dalam MoU tersebut adalah untuk mendukung terbentuknya kesatuan hukum melalui konsistensi putusan, yang diupayakan melalui penerapan sistem kamar di kedua lembaga.
Agenda utama kunjungan kerja kali ini, adalah untuk (1) mendukung pengembangan mekanisme sistem kamar dalam mengurangi arus perkara; (2) bertukar pengetahuan dan pengalaman tentang implementasi sistem kamar untuk mewujudkan konsistensi putusan; (3) mendukung upaya Mahkamah Agung dalam menyediakan akses putusan melalui sistem publikasi yang terklasifikasi berbasis teknologi informasi; dan (4) bertukar pengalaman dalam membentuk kriteria untuk mengidentifikasi permasalahan hukum dan fakta dalam perkara-perkara kasasi, kriteria seleksi perkara, dan pengurangan arus perkara antara kedua lembaga.
Riset yang dilakukan oleh LeIP bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Mahkamah Agung pada tahun 2015 (https://leip.or.id/wp-content/uploads/2017/05/Kertas-Kebijakan-Pengurangan-Arus-Perkara-ke-MA_Final-versi-PDF.pdf) menemukan bahwa salah satu tantangan serius Mahkamah Agung untuk bisa mewujudkan konsistensi putusan—dan dalam jangka panjang, kepastian hukum, adalah tingginya arus perkara yang diterima oleh Mahkamah Agung. Dengan jumlah perkara sangat tinggi, waktu kerja para Hakim Agung tersita untuk menyelesaikan perkara-perkara yang sebagian besar sesungguhnya tidak memiliki dasar untuk pengajuan kasasi. Laporan Tahunan Mahkamah Agung tahun 2017 menyebutkan bahwa hanya 18% dari seluruh jumlah perkara yang diajukan kasasi ke Mahkamah Agung, dikabulkan kasasinya oleh Mahkamah Agung. Akibatnya, cukup sulit bagi para Hakim Agung untuk fokus pada perkara-perkara yang mengandung isu hukum substansial dan memiliki pengaruh besar bagi perkembangan dan kepastian hukum di Indonesia.
Berikut adalah kilasan atas rangkaian kegiatan dalam kunjungan kerja Hoge Raad Desember 2018:
Hari 1, Senin 3 Desember 2018
Rangkaian kunjungan kerja di hari pertama diawali dengan dua diskusi di Mahkamah Agung. Diskusi pertama, mengenai perkembangan dan tantangan penerapan sistem kamar dengan panel terdiri dari Wakil Ketua Mahkamah RI Bidang Yudisial, Dr. Muhammad Syarifuddin dan Presiden Hoge Raad. Mr Maarten Feteris. Bertindak sebagai moderator dalam diskusi ini adalah Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M, Ketua Muda Pembinaan sekaligus Wakil Koordinator Tim Pembaruan MA.
Dalam diskusi ini diungkapkan tantangan-tantangan yang dihadapi Mahkamah Agung untuk mencapai tujuan penerapan sistem kamar, yaitu membangun konsistensi putusan, kepastian hukum serta meningkatkan profesionalitas Hakim Agung. Tantangan yang beragam tersebut, yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal Mahkamah Agung, kemudian diantisipasi dengan pembentukan Kelompok Kerja Pelaksanaan Program Penguatan Sistem Kamar beserta rencana kerja lima tahunnya di Mahkamah Agung, melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 190/KMA/SK/X/2017.
Dalam diskusi tersebut, Hoge Raad menyampaikan prinsip-prinsip yang diupayakan ditegakkan oleh Hoge Raad dalam setiap pemeriksaan perkara kasasi yang diajukan kepadanya, Salah satunya adalah, kedisiplinan untuk menolak kasasi perkara-perkara yang mengandung pengujian fakta, dan bukan persoalan penerapan hukum. Selain itu, Hoge Raad juga memaparkan sistem pendukung yang tersedia dalam sistem hukum peradilan Belanda yang mendukung Hoge Raad untuk menjaga kepastian hukum. Di antaranya, Pasal 80 dan Pasal 81A di undang-undang organisasi yudisial Belanda (Wet op de Rechterlijke Organisatie) yang memberikan ruang bagi para Hakim Agung untuk bisa lebih fokus pada perkara-perkara yang mengandung isu hukum substansial, serta keberadaan Parket dan Biro Akademis yang memiliki fungsi penelaahan perkara secara substansial, serta pelaksanaan rapat pleno kamar secara rutin di Hoge Raad.
Diskusi selanjutnya, adalah mengenai upaya untuk mengendalikan arus perkara yang masuk ke Mahkamah Agung. Tujuan dari upaya ini adalah untuk membuat para Hakim Agung bisa lebih fokus menyiapkan pendapat-pendapat hukum bagi perkara-perkara yang mengandung isu hukum substansial. Dalam diskusi ini, Mahkamah Agung mengungkapkan strateginya yang akan memprioritaskan pengetatan atas syarat-syarat formal pengajuan kasasi yang saat ini sudah ada dalam undang-undang dan beberapa aturan internal Mahkamah Agung. Setelah itu, baru Mahkamah Agung akan mulai mengkomunikasikan hambatan-hambatan yang dialami terkait pengendalian arus perkara masuk kepada instansi-instansi terkait, seperti Kejaksaan Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Hoge Raad dalam diskusi ini menyampaikan bahwa dalam Laporan Tahunan Hoge Raad, biasanya juga akan dipaparkan tantangan-tantangan dalam pelaksanaan fungsi Hoge Raad—yang bisa jadi, merupakan tanggungjawab instansi lain. Misalnya, permasalahan dalam menerapkan suatu rumusan perundang-undangan. Hoge Raad menilai, barangkali langkah ini juga bisa dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dalam upaya pengendalian arus penanganan perkara masuk.
Hari ke-2, Selasa 4 Desember 2018
Memasuki hari kedua, para delegasi Hoge Raad dan Mahkamah Agung melakukan diskusi mengenai pembentukan fungsi dan mekanisme seleksi perkara di Mahkamah Agung. Fungsi ini sedang dijajaki oleh Mahkamah Agung untuk dilaksanakan oleh hakim-hakim tinggi yang memenuhi syarat yang ditentukan, untuk melakukan proses penelaahan dan pemilahan perkara secara lebih substansial dari fungsi yang sudah ada saat ini. Meskipun selama diskusi fungsi ini disebut-sebut dilaksanakan oleh Tim Seleksi, dalam diskusi yang lebih teknis, ditemukan bahwa kecenderungannya bukan lah Mahkamah Agung hendak membentuk suatu unit kerja baru. Mahkamah Agung hendak memasukkan fungsi-fungsi ini dalam struktur atau alur penanganan perkara yang sudah ada saat ini, yang opsinya adalah melekat di Kepaniteraan Muda Kamar, di Ketua Kamar, atau di Majelis Hakim Agung.
Diskusi ini mendapat banyak informasi berharga dari Hoge Raad terkait prosedur dari pelaksanaan penelaahan perkara di Hoge Raad, bentuk keluaran dari fungsi penelaahan tersebut, serta personil dan kualifikasinya.
Pada siang hari, dilaksanakan lokakarya untuk menentukan kriteria dari permasalahan hukum atau permasalahan fakta yang bisa muncul dalam perkara-perkara yang diajukan kepada Hoge Raad dan Mahkamah Agung. Tujuan dari sesi ini adalah memberikan gambaran kepada Mahkamah Agung Indonesia bagaimana Hoge Raad menggunakan Pasal 80 dan Pasal 81A UU Organisasi Yudisial (Wet op de rechterlijke organisatie) untuk membangun konsistensi putusan di Belanda. Hal tersebut antara lain diawali dengan disiplin ketat dalam memilah permasalahan hukum dan fakta, serta membatasi diri untuk hanya menjawab permohonan kasasi yang mengandung permasalahan hukum. Diskusi diikuti oleh seluruh Hakim Agung di Mahkamah Agung yang dibagai dalam kelompok berdasarkan perkara perdata, pidana dan pajak. Diskusi berlangsung sangat dinamis serta interaktif, dengan menggunakan contoh-contoh kasus yang dibawakan oleh Hoge Raad.
Hari ke-3, Rabu 5 Desember 2018
Pada hari ketiga, Delegasi Hoge Raad terbagi menjadi 2 (dua) kelompok dalam kegiatan paralel. Delegasi Pertama dipimpin oleh Presiden Hoge Raad didampingi Ketua Kamar Pembinaan MA RI, menyampaikan pidato dan mengikuti seminar “Optimalisasi Penggunaan Yurisprudensi dalam Pembelajaran Ilmu Hukum serta Kontribusi Akademia Memberikan Umpan Balik pada Pengadilan untuk Membentuk Kesatuan Hukum” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia; yang dilanjutkan dengan seminar dengan tema yang sama di Pusdiklat MA di Ciawi, yang diikuti pimpinan-pimpinan pengadilan di sekitar Jabodetabek.
Pada saat yang sama, di Mahkamah Agung dilaksanakan diskusi mengenai “Optimalisasi Penggunaan IT dalam Dokumentasi Putusan Terklasifikasi Pendukung Riset Penanganan Perkara”. Delegasi Hoge Raad yang mengikuti kegiatan ini adalah Ädwin Rotscheid, Direktur Operasional Hoge Raad dan Michel Mooren, pengembang database putusa Hoge Raad. Panelis dari Mahkamah Agung terdiri dari Hakim Agung, I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H serta Sekretaris Mahkamah Agung, A.S. Pudjoharsoyo, S.H., M.Hum. Bertindak sebagai moderator diskusi adalah Panitera Mahkamah Agung RI Bapak, Made Rawa Aryawan, S.H., M.Hum.
Hari ke-4, Kamis 6 Desember 2018
Sesi pagi hari dari kunjungan kerja hari ke-4 diisi dengan diskusi mengenai alur perkara dan Mekanisme, Prosedur, dan Sidang Pleno Kamar di kedua lembaga. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk bertukar pengalaman dalam pelaksanaan rapat pleno kamar yang sangat esensial dalam sistem kamar. Tujuan sistem kamar untuk membentuk konsistensi putusan akan sangat sulit tercapai tanpa dilaksanakannya suatu rapat pleno yang bersifat rutin di masing-masing kamar untuk membahas dan menentukan pendapat Mahkamah Agung atas isu hukum yang diperiksa di kamar tersebut.
Panel dalam diskusi ini adalah Maarten Feteris (Presiden Hoge Raad) dan Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H. (Wakil Ketua Mahkamah Agung RI bidang Yudisial), dengan moderator Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M. (Ketua Kamar Pembinaan MA RI).
Sesi siang hari diisi oleh delegasi Hoge Raad untuk berdiskusi dengan Kamar Pidana dan Perdata Mahkamah Agung mengenai mekanisme pembahasan putusan di kamar-kamar tersebut. Prosedur ini kemudian dibandingkan oleh delegasi Hoge Raad dengan rapat-rapat pleno kamar yang dilaksanakan secara rutin setiap minggu untuk memastikan konsistensi putusan yang ditetapkan para hakim agung dari kamar perkara yang sama.
Hari ke-5, Jumat 7 Desember 2018
Pada hari terakhir, dilaksanakan Debriefing hasil kunjungan dengan Pimpinan MA RI, Panitera dan Sekretaris MA. Dengan materi pertemuan refleksi dan evaluasi atas hasil misi kerja, dan kesepakatan tindak lanjut kegiatan kerjasama antar kedua lembaga.