Koalisi Pemantau Peradilan
Jakarta, 29 Juni 2016
Komisi Yudisial (KY) selesai menggelar seleksi wawancara yang dilakukan secara terbuka terhadap 15 (lima belas) Calon Hakim Agung. Wawancara itu merupakan proses terakhir di KY sebelum nama-nama Calon Hakim Agung terpilih diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dimintakan persetujuan. Kelimabelas Calon telah melewati tiga tahap seleksi, di antaranya seleksi administrasi (tahap I), seleksi kualitas (tahap II), dan seleksi kesehatan dan kepribadian (tahap III). Serangkaian proses seleksi itu telah dilaksanakan oleh KY sejak Februari 2016, menindaklanjuti kebutuhan Mahkamah Agung (MA) atas 8 (delapan) Hakim Agung, yaitu 4 (empat) Hakim Agung untuk Kamar Perdata dan masing-masing 1 (satu) Hakim Agung untuk Kamar Pidana, Agama, Militer, dan Tata Usaha Negara.
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) yang mengawal proses seleksi Calon Hakim Agung sejak awal, turut melakukan pemantauan terhadap seleksi wawancara yang berlangsung pada 20-23 Juni 2016 di KY. Dari pemantauan itu, terdapat beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian, di antaranya:
- Beberapa pertanyaan yang diajukan Panelis tidak relevan dalam menggali kapasitas Calon sebagai Hakim Agung. Calon Hakim Agung diminta untuk menguraikan pasal demi pasal beberapa peraturan berdasarkan hafalan. Pengujian berupa hafalan peraturan itu tidak relevan dalam menggali pemahaman hukum Calon Hakim Agung. Panelis juga menanyakan hal-hal yang terkait konflik kepentingan, seperti pendapat Calon tentang kerjasama KY dengan POLRI untuk melakukan penyadapan. Selain tidak relevan, terdapat pertanyaan panelis yang salah sehingga Calon tidak memahami maksud pertanyaan sehingga kesulitan dalam menjawab.
- Konfirmasi atas rekam jejak calon tidak dilakukan berdasarkan data terbaru. Kebaruan data diperlukan untuk verifikasi kondisi terkini dari Calon. Namun, dalam mengonfirmasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) beberapa Calon, KY masih menggunakan LHKPN lama yang belum Dengan data yang belum update, tim seleksi lebih sulit melakukan verifikasi antara data dan kondisi faktual.
- Komisi Yudisial tidak banyak menggali pengetahuan Calon mengenai peran MA sebagai judex juris yang berfungsi melihat apakah pengadilan tingkat bawah (judex facti) telah menerapkan hukum dengan benar atau tidak, atau apakah cara mengadilinya telah sesuai hukum acara atau tidak. Padahal, sangat penting untuk mendapatkan Hakim Agung yang paham fungsi MA sebagai pengadilan kasasi untuk menjaga putusan MA menjadi konsisten dan berkualitas.
- Beberapa Calon tidak menunjukkan penguasaan mengenai tugas dan kewenangan Hakim Agung. Hal itu terlihat ketika diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan hukum, Calon cenderung mengungkapkan pendapat pribadi tanpa menyebutkan dasar hukum dan doktrin terkait, sehingga tidak dapat dilihat bagaimana analisis hukum dari Calon. Penguasaan materi hukum merupakan prasyarat yang seharusnya dipenuhi Calon. Terlebih, dengan adanya sistem kamar, permasalahan hukum yang ditangani lebih spesifik sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Namun, tidak banyak Calon yang menguasai materi hukum yang telah spesifik tersebut. Padahal, pelaksanaan tugas Hakim Agung sebagai bagian dari MA untuk dapat mencapai Badan Peradilan yang Agung harus disokong tidak hanya oleh integritas tetapi juga kompetensi.
Oleh karena itu, Koalisi Pemantau Peradilan merekomendasikan hal-hal berikut kepada Komisi Yudisial:
- Menyelenggarakan wawancara terbuka yang lebih banyak menggali pengetahuan Calon Hakim Agung mengenai fungsi MA sebagai pengadilan kasasi (judex juris), isu-isu aktual peradilan, dan isu-isu pembaruan peradilan. Selain itu, menggunakan data terkini untuk melakukan verifikasi terhadap Calon Hakim Agung.
- Melihat kembali kebutuhan Mahkamah Agung sesuai sistem kamar dan beban kerja dalam menentukan Calon Hakim Agung yang diusulkan ke DPR.
- Hanya meloloskan Calon Hakim Agung yang memiliki integritas dan kompetensi yang baik untuk diusulkan ke DPR.
- Tidak meloloskan Calon Hakim Agung yang job seeker karena tidak memiliki visi misi yang jelas untuk menjadi Hakim Agung dan belum tentu memiliki kompetensi yang sesuai dan integritas yang baik.
KOALISI PEMANTAU PERADILAN
(LeIP, MaPPI-FHUI, PSHK, ICW, YLBHI, ICEL, ILR, ICJR, LBH Masyarakat)
Narahubung:
Liza Farihah (LeIP/081286031750)
Muhammad Rizaldi (MaPPI/085781207042)
Estu Dyah Arifianti (PSHK/085725153332)