Penyusunan Kertas Kebijakan Penguatan Sistem Eksekusi Sengketa Perdata di Indonesia bermula dari kegelisahan melihat banyaknya permohonan eksekusi yang belum selesai atau masih terus berproses di pengadilan. Terhambatnya eksekusi tidak hanya berpengaruh kepada kepuasan para pihak dan kepercayaan publik terhadap pengadilan, tetapi juga kepastian hukum, keadilan dan kredibilitas Indonesia dalam transaksi bisnis internasional. Dalam konteks penegakan hukum kontrak, kelancaran pelaksanaan eksekusi juga berpengaruh terhadap kemudahan berusaha dan iklim investasi. Tidak hanya itu, pelaksanaan eksekusi sengketa perdata juga berpengaruh pada pemenuhan hak-hak perempuan dan anak, serta pemulihan lingkungan hidup.
Banyak kajian akademis telah dilakukan baik oleh individu maupun lembaga terkait eksekusi sengketa perdata, namun terbatas dan parsial pada jenis-jenis sengketa perdata tertentu. Kondisi tersebut mendorong Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) untuk mengkaji secara lebih menyeluruh permasalahan eksekusi sengketa perdata di Indonesia untuk mendorong terbentuknya sistem eksekusi yang efektif dan menjamin kepastian hukum.
Hasil kajian menunjukkan bahwa kelancaran eksekusi; selesainya sengketa; dan tercapainya kepastian hukum bergantung pada berbagai faktor, yakni regulasi; dukungan sumber daya manusia; dan dukungan sarana dan prasarana. Dalam kaitannya dengan itu, hasil kajian juga menunjukkan bahwa regulasi yang tidak jelas dan lengkap; minimnya kompetensi dan dukungan pengembangan kapasitas sumber daya manusia; serta minimnya sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan eksekusi di Indonesia di mana sepertiga wilayahnya adalah kepulauan, belum mendukung terwujudnya sistem eksekusi sengketa perdata yang efektif.
Berkaca pada temuan tersebut, meski tanggung jawab untuk melaksanakan eksekusi ada di pengadilan tingkat pertama, namun efektivitas pelaksanaan eksekusi tidak serta merta hanya menjadi tanggung jawab lembaga yudikatif semata, melainkan juga menjadi tanggung jawab pilar-pilar kekuasaan negara lainnya, yakni eksekutif sebagai pelaksana pemerintahan, dan legislatif sebagai pembentuk undang-undang. Sejalan dengan itu, Kertas Kebijakan ini menawarkan solusi alternatif kepada para pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan untuk menguatkan sistem eksekusi sengketa perdata yang efektif dan efisien untuk menjamin kepastian hukum.
LeIP mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah mendukung penyusunan Kertas Kebijakan ini, yakni: International Development Law Organization (IDLO) sebagai pelaksana program Rule of Law Fund; (2) Pimpinan Mahkamah Agung dan Kelompok Kerja Ease of Doing Business; Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama yang telah memperkenankan kami melakukan pengambilan data di pengadilan-pengadilan tingkat pertama; Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; serta Consiglio Superiore della Magistatura (High Council of the Judiciary Italy); Corte Suprema di Cassazione (Supreme Court of Italy); Avvocatura dello Stato (State Attorneys of Italy); Amtsgericht Bielefeld (Local Court of Bielefeld- Germany); Amtsgericht Charlottenburg (Local Court of Charlottenburg- Germany); Landgericht Berlin, Tegeler Weg (Regional Court Berlin, Tegeler Weg – Germany); Max Planck Institute for Comparative and International Private Law; Rechtbank Den Haag (Court of The Hague); dan Koninklijke Beroepsorganisatie van Gerechtsdeurwaarders – KBvG (The Royal Professional Organization of Judicial Officers in The Netherlands yang telah bersedia berdiskusi, memberikan data dan informasi perbandingan yang diperlukan untuk penyusunan Kertas Kebijakan ini.
Akhir kata, kami berharap agar Kertas Kebijakan ini dapat bermanfaat untuk penegakan hukum Indonesia yang lebih baik, dan menjadi referensi dalam mengembangkan sistem eksekusi sengketa perdata yang lebih efektif.
Jakarta, Juni 2019
Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP)
Kertas Kebijakan dapat diunduh di sini
Kertas-Kebijakan-Penguatan-Sistem-Eksekusi-Sengketa-Perdata-di-Indonesia_2019