Pada awal Maret 2020, pasien pertama COVID-19 ditemukan di Indonesia. Sejak saat itu jumlah temuan harian COVID-19 terus bertambah. Untuk mencegah semakin banyaknya penularan, sejak April 2020 Pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah di Indonesia yang masih berlangsung hingga saat ini. Namun demikian, angka temuan harian COVID-19 masih berkisar pada 5.000 orang, bahkan mencapai rekor baru 8.369 orang di tanggal 3 Desember 2020. Secara tren, jumlah temuan positif COVID-19 di tingkat nasional masih meningkat setiap harinya.[1]
Penyebaran virus COVID-19 dan PSBB mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat dan negara, tidak terkecuali peradilan dan penegakan hukum. Mahkamah Agung sebagai puncak dari sistem peradilan Indonesia yang memiliki kewenangan untuk mengawasi aspek-aspek manajemen dan organisasi semua pengadilan tingkat pertama dan banding di seluruh Indonesia, menanggapi dengan cepat untuk mengatasi situasi COVID-19. Sejak 23 Maret 2020, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya yang hingga kini terus diperbarui, terakhir dengan SEMA No. 6 Tahun 2020 yang berlaku sejak 5 Juni 2020. Dalam surat edaran ini disebutkan bahwa pelaksanaan persidangan agar diarahkan untuk dilakukan secara elektronik atau daring.
Spesifik mengenai persidangan perkara pidana, terdapat kekosongan kerangka hukum yang mewadahi pelaksanaan persidangan pidana secara daring atau elektronik. Untuk itu Mahkamah Agung membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik melalui SK KMA No. 108/KMA/SK/IV/2020 tanggal 29 April 2020 yang bertugas diantaranya untuk: (1) melakukan pemetaan dan analisis kebutuhan dalam rangka menyusun administrasi dan persidangan perkara pidana di pengadilan secara elektronik; dan (2) merancang administrasi dan persidangan perkara pidana di pengadilan secara elektronik. Selanjutnya, Ketua Pokja Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik pada tanggal 13 Mei 2020 membentuk Tim Kecil Penyusunan Regulasi Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik melalui SK No. 01/POKJA-EPID/SK/V/2020. Tim Kecil bertugas merumuskan peraturan Mahkamah Agung mengenai persidangan pidana secara elektronik.
Pada tanggal 25 September 2020, Ketua Mahkamah Agung menandatangani PERMA No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (PERMA E-Litigasi Pidana). Dalam pertimbangan, PERMA ini ditujukan salah satunya untuk membantu pencari keadilan dalam mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan dan sederhana, cepat dan berbiaya ringan;[2] dengan harapan penyelesaian perkara yang terkendala keadaan tertentu (termasuk pandemi COVID-19) membutuhkan penyelesaian secara cepat dengan tetap menghormati hak asasi manusia.[3]
PERMA E-Litigasi Pidana ini menjamin berjalannya proses perkara tanpa terkendala situasi-situasi memaksa atau darurat sehingga dapat lebih memastikan hak-hak terdakwa akan due processs of law kepastian hukum terpenuhi. Namun di sisi lain terdapat tantangan dalam penyelenggaraan persidangan pidana secara elektronik, yang juga dapat berdampak pada hak asasi manusia terdakwa, korban tindak pidana dan masyarakat secara umum.
Sejak diselenggarakannya persidangan pidana secara elektronik, telah teridentifikasi beberapa hambatan khususnya mengenai koneksi internet yang belum merata dan tidak stabil di seluruh Indonesia; kemampuan dan pengetahuan aparat pengadilan akan teknologi pendukung sidang elektronik; serta belum meratanya peralatan dan perlengkapan pengadilan dengan teknologi yang memadai yang dapat mendukung terselenggaranya persidangan elektronik. Kalangan advokat dan organisasi bantuan hukum juga menyuarakan keberatan dengan adanya aturan yang memungkinkan terdakwa menghadiri sidang elektronik tanpa didampingi pengacara, juga mempertanyakan bagaimana jaminan pemenuhan hak atas peradilan yang adil dapat diadopsi dalam persidangan elektronik.
Oleh karena itu, LeIP bekerja sama dengan Mahkamah Agung melakukan sosialisasi mengenai isi PERMA E-Litigasi Pidana agar dapat diketahui oleh masyarakat luas dan khususnya para pencari keadilan. Bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Internasional, LeIP dan Mahkamah Agung akan menyelenggarakan diskusi publik dalam bentuk webinar mengenai persidangan pidana secara elektronik dan implikasinya terhadap hak asasi manusia dan meluncurkan infografis sebagai berikut yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk memahami isi PERMA 4/2020.
[1] Satgas COVID-19, https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19 terakhir diakses 4 Desember 2020.
[2] Bagian “Menimbang” huruf (a) PERMA No. 4 Tahun 2020.
[3] Lihat bagian “Menimbang” huruf (c) PERMA No. 4 Tahun 2020.
Infografis-PERMA-Persidangan-Pidana-Online-FA