Editorial
Pembaca yang budiman,
Senang sekali kami bisa menyapa anda kembali. Edisi pertama tahun 2017 ini, dictum mengangkat tema Pemidanaan Korporasi. Menurut kami, isu ini masih sangat penting untuk dibahas, walaupun Mahkamah Agung beberapa bulan lalu telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
Para penegak hukum rupanya masih bingung menentukan subjek yang harus bertanggung jawab dalam tindak pidana korporasi. Ada hakim yang menjatuhkan pidana penjara kepada direktur perusahaan atas tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Ada pula korporasi yang dijatuhi sanksi atas tindak pidana yang dilakukan direkturnya.
Selain itu, terjadi kebingungan dalam menerapkan subsidair hukum dan denda. Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 862 K/Pid.Sus/2010, misalnya, memutuskan bahwa Terdakwa (PT Dongwoo Environmental Indonesia – PT DEI) dijatuhi pidana denda sebesar Rp. 650.000.000 (enam ratus lima puluh juta), dan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan. Permasalahannya adalah siapa yang akan menjalani pidana kurungan tersebut apabila PT DEI tidak mau membayar denda? Apakah Presiden Direktur (Kim Young Woo)? Dalam kapasitas apa ia akan dikenakan kurungan? Apakah dalam kapasitasnya sebagai Presiden Direktur atau sebagai pribadi? Bagaimana jika ternyata telah terjadi pergantian jabatan Presiden Direktur, apakah yang menjalani kurungan tetap Kim Young Woo atau Presiden Direktur yang pada saat itu menjabat?
Dictum menampilkan dua kajian putusan. Pertama, putusan Mahkamah Agung Nomor 1405 K/Pid.Sus/2013, dianotasi oleh Mompang L. Panggabean, Pengajar Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia. Kedua, putusan Mahkamah Agung Nomor 862 K/Pid. Sus/2010, dianotasi oleh Anugerah Rizki Akbari & Aulia Ali Reza, peneliti pada Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dictum juga menyajikan ringkasan-ringkasan putusan Mahkamah Agung yang kami anggap penting. Total ada 8 (delapan) putusan, semuanya berasal dari kamar perdata. Pada kolom Opini, kami mempublikasi hasil penelitian yang dilakukan oleh dua Peneliti LeIP, Ariehta Eleison Sembiring dan Alfeus Jebabun, tentang Penetapan Tersangka di Indonesia. Hasil penelitian kedua peneliti tersebut telah dipresentasikan di National University of Singapore.
Selamat Membaca
Redaksi